
foto : istimewa
Infoaktual – Bekas Jaksa sekaligus penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, hanya bisa tertunduk malu ketika penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,pada Kamis 8 Mei 2025.
Dalam surat dakwaan, Azam dijerat pasal dugaan gratifikasi dan penggelapan barang bukti sebesar Rp 11,7 miliar dalam pelaksanaan eksekusi barang bukti Rp 61,4 miliar pada kasus investasi bodong Robot Trading Farenheit pada tahun 2023.
Perbuatan tersebut dilakukan Azam saat menjabat sebagai Kasubsi Barang Bukti dan Barang Rampasan (Kasi BB dan BR) di bidang Pidum pada Kejari Jakarta Barat. Namun, saat Azzam ditetapkan sebagai tersangka sudah menjabat sebagai Kasi Intel Kejari Landak.
Selain Azam, terdapat tersangka lain, dua oknum advokat yakni Oktavianus Setiawan dan BG.
“Terdakwa ditunjuk sebagai salah satu Jaksa Penuntut Umum dalam perkara investasi bodong Robot Trading Fahrenheit dengan tersangka atas nama Hendry Susanto,” kata Jaksa Penuntut Umum Neldy Denny, di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dikutip dari Antaranews.
Dia mengatakan uang diterima dari tiga orang penasihat hukum korban investasi robot trading Fahrenheit, yakni Oktavianus Setiawan, Bonifasius Gunung, dan Brian Erik First Anggitya, pada saat eksekusi perkara tersebut.
“Uang digunakan terdakwa untuk dipindahkan ke rekening istri terdakwa maupun pihak lain dan ditukarkan ke mata uang asing,” ucapnya.
JPU mengungkapkan kasus bermula saat Azam ditunjuk sebagai salah satu penuntut umum dalam perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit dengan tersangka Hendry Susanto.
Pada 15 Juli 2022, dilakukan proses penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada penuntut umum pada Kejari Jakarta Barat atas perkara tersebut.
Selain itu, terdapat barang bukti Nomor 1611-1641 berupa uang yang disimpan atau dititipkan di Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) Giro atas nama RPL 139 Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, dengan rincian uang tunai rupiah, dolar Singapura, ringgit Malaysia, dan baht Thailand.
Setelah perkara dilimpahkan oleh Azam ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat, lanjut JPU, Azam diduga mendesak Bonifasius untuk memanipulasi jumlah pengembalian barang bukti terhadap korban investasi robot trading Fahrenheit, yang merupakan klien Bonifasius, dengan cara mengubah jumlah uang pengembalian yang seharusnya Rp39,35 miliar menjadi Rp49,35 miliar.
“Dari kelebihan Rp10 miliar itu, Azam meminta bagian sekitar Rp3 miliar,” ucap JPU.
Kemudian, Azam dan Oktavianus juga bersepakat untuk memanipulasi pengembalian barang bukti kepada para korban investasi robot trading Fahrenheit yang diwakili Oktavianus, dengan cara seolah-olah melakukan pengembalian terhadap kelompok korban investasi bodong yang tergabung dalam paguyuban Bali sekitar Rp17,8 miliar.
Padahal, JPU menuturkan kelompok Bali tersebut hanya merupakan akal-akalan dari Oktavianus untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari pengembalian barang bukti perkara atas nama Hendry.
Setelah itu, Azam mendesak Oktavianus agar uang sekitar Rp17,8 miliar itu dibagi rata dan terdakwa meminta bagian sekitar Rp8,5 miliar.
Tak hanya itu, dikatakan pula Azam meminta Brian untuk memberikan biaya sebesar 15 persen dari jumlah uang yang dikembalikan kepada para korban yang diwakili Brian, yaitu sejumlah Rp250 juta. Namun, Brian meminta pengurangan kepada terdakwa menjadi Rp200 juta.
Atas desakan terdakwa tersebut, baik Bonifasius, Oktavianus, maupun Brian terpaksa memberikan bagian karena timbul rasa kekhawatiran terhadap korban investasi robot trading Fahrenheit yang diwakili oleh ketiganya tidak akan memperoleh uang pengembalian.
Sekitar bulan Desember 2023, Azam pun memberitahukan kepada Bonifasius, Oktavianus, dan Brian melalui media sosial WhatsApp, yang pada pokoknya memberitahukan perkara atas nama Hendry telah diputus pada tingkat kasasi.
“Azam kemudian diduga meminta Bonifasius, Oktavianus, dan Brian untuk datang ke Kejari Jakarta Barat karena putusan tersebut akan segera dieksekusi,” tutur JPU.
Selanjutnya, Azam meminta ketiga penasihat hukum itu agar menyerahkan nomor rekening dan KTP yang akan digunakan untuk melakukan transfer uang pengembalian barang bukti berupa uang.
Setelah barang bukti berupa uang telah dieksekusi oleh Azam, ketiga penasihat hukum tersebut pun terpaksa memenuhi bagian yang diminta terdakwa senilai total Rp11,7 miliar dengan cara mentransfer uang ke rekening yang diberikan oleh Azam, yaitu rekening atas nama Andi Rianto (pegawai honorer pada Kejari Jakarta Barat).
JPU menuturkan perbuatan Azam diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sosok Azam saat bertugas di Kejari Subang
Azam Akhmad Akhsya pernah menjadi jaksa di seksi Pidana Umum Kejaksaan Negri Subang.
Azam yang turun dan memeriksa lingkungan sekitar PT.Paper Tech Subang yang merupakan pabrik daur ulang kertas dalam kegiatan Pemeriksaan Setempat ( PS ) pada tahun 2021 lalu dikenal sebagai sosok jaksa yang tegas dan cerdas.
Karir Azam terbilang moncer, pindah tugas dari Kejari Subang, Azam berpindah dan promosi jabatan, mulai dari Kasubsi Penuntutan Subeksekusi dan Eksaminasi di Kejari Jakbar, hingga menjadi Kasi Intelijen Kejari Landak, Kalimantan Barat hingga akhirnya ditetapkan tersangka pada 24 Februari 2025 lalu.
Azam pun diketahui pernah menempuh studi S2 Ilmu Hukum di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Ia lulus tahun 2024 dengan tesisnya yang berjudul ‘IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENYEBABKAN KEMATIAN’.